Beberapa minggu terakhir, saya diberi kesempatan luar biasa untuk bergabung dalam tim proyek kelayakan sebuah teknologi pengolah sampah DKI Jakarta. Sebelumnya saya mempunyai kekurangan tersendiri dalam bidang sampah, entah minat minim atau kompetensi diri yang cenderung minder soal bidang ini sendiri.
Terlibat dalam proyek ini, membuat saya banyak bertemu beberapa stakeholder dalam bidang sampah tentunya dan banyak membuat saya berani berdiskusi soal masalah sampah. Menurut saya, penanganan dan pengurangan sampah adalah tanggung jawab setiap individu yang menghasilkan sampah, otomatis sampah bisa saya bilang adalah masalah diseluruh dunia. Di Indonesia, pengelolaan sampah masih jauh dibawah standar pengelolaan yang baik, tentunya yang berbasis pada pengendalian pencemaran lingkungan dan konservasi.
Jakarta, sebagai ibukota dan pusat perekonomian negara pun belum lolos dari masalah pengelolaan sampah yang baik, padahal untuk kelas kota metropolitan ini seharusnya Jakarta mampu mengelola sampah dengan mandiri. Siapapun yang familiar dengan pengelolaan sampah pasti tau tentang 5 aspek penting dalam pengelolaan sampah, lima aspek inipun umum dianut oleh pemerintah Indonesia dalam pengelolaan sampah.
Sederhana sebenarnya, Kelima aspek tersebut bertautan dan membentuk sebuah sistem yang efektif dalam pengelolaan sampah, dengan catatan, tidak ada line yang terputus dari kelima aspek tersebut. Masalah yang timbul dari pengelolaan sampah dapat dianalisa dari kelima aspek tersebut. Disini saya coba tuang pendapat saya soal masalah persampahan di DKI Jakarta.
1. Regulasi
Pemerintah Indonesia sudah memfasilitasi perundang-undangan dalam bidang pengelolaan sampah. UU ini kemudian beranak pinak menjadi sebuah peraturan pemerintah, peraturan daerah sampai peraturan gubernur. Untuk kelas orang yang kurang kritis dalam menanggapi isi peraturan seperti saya, semua isi peraturan pengelolaan sampah sudah jauh diatas cukup. cukup jelas dan cukup tepat sasaran. Gampangnya, kalau dilihat dari isi peraturan yang sudah dibuat pemerintah, saya tau niatan baik dan concern yang cukup kooperatif dari pemerintah dalam menanggapi masalah persampahan. Untuk Jakarta sendiri, baru-baru ini didiskusikan bersama untuk menetapan resmi Pergub baru soal persampahan di masa Jokowi-Ahok. Alhamdulillah Jakarta pada masa ini dapat pemimpin yang lebih tegas dan kompeten, start RaPergub ini juga semoga bisa menjadi bukti integritas beliau, saya mah disini walaupun bukan warga Jakarta, tetap berdoa semoga Rapergub tersebut bisa jadi awal masa kejayaan persampahan di Jakarta (amin.sembari berdoa).Tapi semua peraturan memang hanya peraturan tertulis tanpa sebuah eksekusi.
2. Pendanaan
Secara garis besar, anggaran untuk pengelolaan sampah didapat dari APBD, yang realistisnya tidak dapat menutup seluruh biaya yang harus dikeluarkan untuk keberlangsungan pengelolaan sampah. oleh karena itu terdapat penarikan retribusi bagi objek-objek wajib retribusi contohnya kawasan industri dan komersil. Saya kurang tau seberapa besar anggaran untuk masalah sampah ini, tapi berdasarkan data di Jakarta, persen realisasi nya sudah mencapai lebih dari 60%. Persoalan porsi anggaran yang disisihkan pemerintah soal persampahan, saya juga tidak berani komentar haha. Untuk pengetahuan saja, sampah yang masuk Bantargebang (TPST regional milik DKI Jakarta berlokasi di Bekasi) setiap harinya mencapai angka 5500-6000 ton/hari dengan biaya tipping fee yang harus dibayar DKI Jakarta adalah sebesar Rp 114.000/ton sampah yang masuk. Tipping fee itu saja berarti masih tergolong biaya penanganan sampah, belum ditambah biaya pengurangan dan penanganan di dalam wilayah DKI Jakarta sendiri, biaya transport truk, penyapu jalan, alat berat dan sebagaimya. Sekarang sedikit kebayangkan kalo uang yang dikeluarkan buat masalah sampah ini gak main-main, bukan untuk menjadi pesimis tapi semoga keterbukaan mata kita ini bisa jadi pengingat diri masing-masing buat lebih bertanggung jawab sama sampah yang kita sendiri hasilkan ya.
3. Kelembagaan
Di DKI Jakarta, terdapat beberapa lembaga terkait pengelolaan sampah disetiap tingkatan, baik provinsi, kecamatan, kelurahan dan RTRW. Lembaga yang bertanggung jawab lebih banyak terkait persampahan di DKI Jakarta adalah dinas kebersihan. Peran dinas kebersihan sangat krusial dengan keberjalanan operasional pengelolaan sampah di DKI Jakarta. Berdasarkan hasil ngobrolngobrol sama beberapa orang, tahun ini Ahok mengerucutkan dan memfokuskan seluruh masalah sampah adalah dibawah Dinas kebersihan (Tadinya, ada beberapa lembaga terkait seperti dinas PU untuk sampah di sungai dan kegiatan 3R yang lebih diusung BPLHD Jakarta), tujuan pak Ahok gak lain gak bukan untuk menghindari saling lempar tanggung jawab. Menurut saya, bagus sih alasan ketentuan ini, tapi kemudian muncul pertanyaan, apakah dinas kebersihan itu sendiri sudah siap dan strategis ?
4. Operasional
Dinas kebersihan sudah membuat masterplan pengelolaan sampah sampai beberapa tahun kedepan. Masterplan pengelolaan sampah yang dibuat dinas kebersihan tidak akan terealisasi tanpa realisasi awal di restra (rencana stategis) tahunan. Nyatanya dari data masterplan mulai 2011-tahun ini, belum ada realisasi dari beberapa rencana yang tercantum. Padahal sebagian besar tujuan masterplan sampah Jakarta adalah pemusatan pengolahan sampah di dalam wilayah Jakarta, sehingga sampah yang masuk Bantargebang dapat diminimalisasi tiap tahunnya.
5. Partisipasi masyarakat
Sebenernya ada penekanan pembahasan buat aspek yang satu ini, karena menurut saya, masalah utama yang dapat merubah paradigma sampah Jakarta ya aspek ini. Kondisi sekarang hanya beberapa persen kecil masyarakat Jakarta yang punya kepedulian lebih untuk masalah sampah. Saya yakin masyarakat dari kelas manapun semestinya paham dan sadar bahwa sampah yang menumpuk tidak baik untuk kesehatan, tapi masih banyak pula yang ogah ogahan bayar lebih buat biaya pengelolaan sampah. Kata Mbak Dini, salah satu anggota InSWA (indonesia solid waste association), terlepas dari paham dan tidak paham warga soal masalah sampah, warga Jakarta dimanapun akan memilih jenis penanganan sampah yang termurah. ibaratnya kalo dengan Rp 3000 saja mereka bisa bakar sampah, untuk apa mengeluarkan Rp 10000 untuk biaya penanganan lain. Walaupun peningkatan kesadaran konsep 3R mulai meningkat dengan bermunculan komunitas daur ulang dsb nya tapi masih ada beberapa kalangan yang seenaknya buang sampah dijalan dengan asumsi sampah dibuang dijalan = duit = sedekah, berdasarkan kesalahan persepsi dari "sampah dibuang dijalan bisa jadi duit" huee. Apesnya lagi Jakarta terlalu heterogen, orang asli Jakarta sekarang ketutup sama banyaknya pendatang di tambah realita geografis dan cuaca yang kayak neraka dunia, Hal ini juga membuat Jakarta kehilangan fans setianya, semua individu jadi hanya bisa komentar sembari melanjutkan hidup di Jakarta. Beda sama beberapa wilayah lain di Indonesia seperti misalnya Bandung, dari segi iklim Bandung cukup memanjakan warganya, belum lagi sense-of-belonging yang besar warga Bandung buat tanah asli mereka, program pemerintah Bandung bisa terlaksana sebagian besar ya dari partisipasi relawan yang peduli. sama kayak di Jogja atau Solo, kota yang kecil dengan tata kelola pemerintah keratonan yang membuat warganya serasa berada di sebuah naungan pohon keluarga. atau bahkan Banten, yang mayoritas memiliki ikatan antar masyarakatnya kuat udah kayak saudara, walaupun nyatanya pemimpinnya tidak jujur, tapi terlihat malah disaat itu mereka ikut membela, Banten hanya butuh pemimpin yang tepat untuk nantinya jadi salah satu kota yang unggul di tanah Jawa. Balik lagi ke Jakarta, Jakarta kurang itu, kurang hati yang cinta tulus sama dia haha Kalau ditelik dengan metode apa yang paling efektif untuk mengajak warga Jakarta sadar akan sampah pun jadi sulit. Pendekatan kampanye dari anak muda ? kalo anak muda rame-ramean aja udah disinisin mau tawuran, Pendekatan orang pintar atau ulama ? terlalu banyak yang beranggapan kolot dan keburu hilang respect, apalagi kalo pemerintah terjun langsung. Kalo menurut saya, hmm mungkin harus pakai metode pendekatan Artis yah ahaha habis apa lagi dong yang bisa gampang diterima warga Jakarta sekarang dari kelas manapun kalau bukan intimacy soal dunia Artis haha. yah semoga itu bisa jadi opsi kecil untuk media kampanye kampanye peduli sampah di DKI Jakarta. semoga ada impact lebih bermanfaat dari apa yang dilihat masyarakat soal artis ibukota sekarang, gak cuman demam suling sakti ajah hahaha digidawdigidaw
Ayok temen-temen yang masih peduli sama Jakarta masa depan, gak mau kan kalo kenyataan di film Wall-E jadi realita kita nanti ? Semoga kita bukan ada di kalangan pesimis dan cynical yah Just dont ever forget about anything you've got from Jakarta. Ayok sama-sama lebih tanggung jawab soal sampah yang dihasilin diri sendiri.
Salam hangat untuk Jakarta
Dari si Bekasi yang rela ikut pusing sama bau sampah mu, Jak ! hehe
No comments:
Post a Comment